Hujan menggelayut dilangit yang kelam. Petir dan gemuruh guntur membahana di ruang angkasa memecah kegelapan. Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 Wita. Malam itu saya bergegas pulang, setelah seharian sibuk dengan urusan pendampingan. Sebetulnya saya selalu berfikir panjang jika harus kembali pada malam hari. Sebab, ruas jalan yang saya tempuh adalah areal perkebuna warga yang sebagiannya masih berbentuk hutan belantara.
Kawasan hutan yang membentang dari Masama hingga kawasan pegunungan Boloak di Kecamatan Balantak, sudah di kapling warga menjadi milik mereka namun belum dibuka dan diolah menjadi perkebunan. Kondisi itu membuat jalan yang harus dilalui menuju desa dampingan menjadi cukup beralasan untuk ditakuti, apalagi jika malam hari.
Ditambah lagi dengan ada cerita warga soal adanya orang tidak dikenal yang kerap melakukan pencegatan terhadap pengendara kendaraan yang melewati kawasan perkebunan dan hutan itu. Hemm….tapi bagiku tak ada pilihan lain, selain harus menembus jalan itu. Kucoba membunuh rasa takutku sendiri dengan berupaya meyakinkan hati bahwa aku harus cepat sampai kerumah.
Kecepatan motor menujukan 80 kilometer/jam. Lumayan kencang untuk ukuranku. Apalagi ini adalah perjalanan malam, dengan curah hujan terus membasahi sepanjang jalan.
Dingin mulai menusuk tubuhku hingga terasa sampai pada persendian. Dengan tangan yang menggigil tetap kugenggam setir motorku agar tak lepas. Aku bisa merasakan bahwa hujam malam itu cukup deras. Bahkan air yang menghujam kewajahku terasa sakit. Aku memang sengaja tidak menurunkan kaca helem agar tidak mengganggu padanganku malam itu.
Setelah beberapa saat melaju, tibalah aku dikawasan jalan yang penuh dan pendakian. Orang orang menyebut kawasan itu adalah “poniki”. Dalam bahasa lokal, poniki adalah kelelwar. Aku tidak paham benar mengapa kawasan itu disebut poniki. Yang aku tau, juga dari cerita orang orang, kawasan tersebut lumayan angker. Namun aku sendiri belum mengetahui alasan yang kuat mengapa kawasan itu disebut agker.
Disitulah aku merasaka sesuatu yang luar bisa malam itu. Saat kecepatan motorku harus dikuragi karena banyaknya tikungan tajam, tiba tiba saja dari kejauhan terlihat samar samar bayangan sosok manusia. Saya bisa melihatnya dari cahaya lamput motorku yang memang menusuk jauh kedepan.
“Hmmmmm, seperti ada manusia,” gumamku dalam hati.
Namun beberapa saat kemudian bayangan itu hilang karena lampu motorku harus kuarahkan sesuai jalur jalan. Perasaanku mulai tidak enak. “Ini adalah wilayah angker, jangan-jangan ada setan,” batinku bertanya sendiri pada hatiku, yang tak bisa dijawab oleh pikiranku sendiri.
Dan, aku benar benar kaget setelah dalam jarak sekita 3 meter setelah tikungan menjelang menurunan tajam, ada sosok menusia yang berdiri tegap namun membelakangi jalan, berada pada posisi lurus dengan cahaya lampu motorku.
“gila, ini setan kayaknya,” gumamku.
Aku tidak dapat mempercepat laju motorku, karena posisi jalan sedang menurun dan menukik tajam. Aku memberanikan diri untuk menoleh kearah sosok manusia itu.
Dan ternyata, itu adalah manusia benaran. Bukan setan atau apapun yang menakutkan. Sebab, aku melihat ditangannya ada senter dan juga rokok. Ia memang tidak melihatku, namun menoleh kearah hutan dan membelakangi jalan. Namun aku bisa melihat dengan jelas, bahwa sosok itu memegang senter dan rokok yang sudah sibakar.
“Tidak mungkin setan pakai senter,” gumamku dalam hati.
Perasaanku kembali tenang. Meskipun jantungku sempat terasa berdetak lebih cepat dari biasanya. Sebab, jika benar itu adalah mahluk yang menakutkan, maka posisiku sangat tidak menguntungkan. Sebab, aku berada di jalan menurun yang menukik tajam dengan tikungan pendek di depannya. Tak mungkin bisa kupercepat laju kendaraanku. Tapi syukurlah, itu bukan setan. Pasti manusia biasa, orang yang sedang berjalan menuju kebun atau ada urusan lain.
Huja belum juga redah. Aku terus memacu laju kendaraanku. Hanya saja, saat perasaanku sudah mulai membaik setelah melewati sosok yang sempat menakutkan itu, kali ini dari kejauhan lampu motorku kembali menyorot kumpulan orang.
Perasaanku kembali kacau. Bagaimana mungkin ada kumpulan orang di tengah hutan pada malam hari seperti ini. Apalagi suasana hujan. Kupelankan laju motorku. Semakin dekat, aku melihat orang orang itu ada yang memegang parang. Jumlahnya sekitar 6 atau 7 orang dari hitung cepat yang kulakukan. Pikiranku makin buruk.
“Habis, ini pasti mau merampok,” pikirku.
Aku tidak bisa lagi menghentikan motorku. Kaget dan hanya bisa tetap membiarkan motor semakin mendekati kumpulan orang orang itu.
Semakain dekat, aku melihat ada juga orang yang memegang tombak. Namun, aku melihat ada beberapa ekor anjing ditempat itu.
“Owhhh, ini pasti orang yang sedang berburuh,” gumamku dalam hati.
Untuk kali keduanya perasaanku dibuat kacau malam itu. Ternyata tidak ada setan, tidak ada orang yang menghadang. Setidaknya itu yang aku sudah saksikan. Entah besok, entah pada waktu ke depan.
Aku meneruskan perjalananku ke rumah. Hujan masih terus menyirami perjalananku. Dingin…. Sangat dingin….***